Selasa, 24 Juli 2018

Stabilitas dan Kendali Pesawat Terbang

Oleh : Prof. Hadi Winarto (RMIT University)
Stabilitas dan Kendali Pesawat adalah benda 3 dimensi dan pergerakannya didalam ruang 3 dimensi sangat rumit. Bila pesawat dianggap sebagai sebuah titik masa yang terletak dititik pusat gravitasinya, maka studi tentang pergerakannya dapat disederhanakan. Sebuah sistem koordinat Kartesian dapat dirumuskan terpaku disebuah ruang, dengan 3 sumbu yang saling tegak lurus satu dengan yang lain, diberi simbol x, y dan z. Gerak translasi titik massa tersebut kemudian dapat dipelajari dengan mempertimbangkan kondisi kesetimbangan gaya diarah masing2 garis sumbu tadi. Tetapi dalam kenyataan pesawat adalah sebuah benda 3 dimensi yang berbentuk rumit, yang bisa bergerak rotasi (gerak putar) disamping bergerak translasi (gerak tanpa putaran).
Pergerakan pesawat diatmosfer bumi melibatkan gaya-gaya aerodinamika, yang besarannya tergantung pada gerakan pesawat itu sendiri. Itulah sebabnya mengapa analisa pergerakan pesawat secara umum menjadi sangat rumit. Untuk mengurangi kerumitan masalah, kita harus merumuskan sistem koordinat yang bergerak dan berputar relatif terhadap sebuah kerangka acuan yang terpaku diruang, dan kemudian menganalisa pergerakan pesawat pada saat tertentu, bukan pergerakannya dengan waktu yang jelas sangat rumit. Ekuilibrium (kesetimbangan) gaya hanya melibatkan massa dari komponen-komponen pesawat, yang tidak tergantung pada sistem koordinat yang digunakan. Disisi lain ekuilibrium momen untuk gerak rotasi melibatkan atau membutuhkan informasi tentang momen inersia dari komponen-komponen pesawat, yang besarannya sangat tergantung pada sistem koordinat (sistem sumbu) yang dipilih.
Hitungan momen inersia itu sangat rumit secara umum, tetapi dapat disederhanakan apabila benda yang dipelajari memiliki sebuah sumbu simetri. Analisa pergerakan pesawat dapat lebih mudah dilakukan dengan memilih sumbu simetri itu sebagai salah satu sumbu utama dalam sistem koordinat Kartesian yang dipilih. Titik pusat sistem koordinat selalu dipilih berada dititik pusat gravitasi benda walaupun kerangka acuan yang digunakan dapat dipilih dengan beberapa cara. Sebuah sistem koordinat yang terpaku pada sebuah benda dan bergerak dengan benda itu, disebut sistem koordinat benda (body axes system). Sumbu-x positif dipilih sepanjang garis acuan badan pesawat (fuselage reference line atau FRL) dengan arah dari ekor menuju kehidung pesawat. Sumbu-y, yang tegak lurus pada sumbu-x dibidang datar, dipilih bertanda positif kearah sayap kanan. Sumbu-z yang tegak lurus pada sumbu-x dan sumbu-y ditentukan berdasarkan aturan tangan kanan, yaitu ibu jari searah dengan sumbu-z positif apabila jari-jari yang lain memberikan arah putaran dari arah sumbu-x ke arah sumbu-y. Jadi untuk system sumbu yang dijelaskan diatas, arah sumbu-z positif adalah arah kebawah, bukan keatas. Aturan tangan kanan ini sangat penting dan selalu digunakan dalam menentukan apakah sebuah arah disebut positif atau negatif.
Dari segi ilmu aerodinamika kita tahu bahwa hitungan gaya-gaya aerodinamika, yaitu lift (gaya angkat) dan drag (gaya hambat), dapat dilakukan dengan lebih mudah, apabila sistem koordinat yang dirumuskan adalah yang terpaku relatif terhadap arah angin, yang biasanya searah dengan garis horizontal dan bertanda positif dari kiri kekanan. Sistem koordinat yang terpaku relatif pada arah angin ini tentu saja dikenal sebagai sistem koordinat angin, yang tidak selalu harus mengacu pada arah yang sama dengan arah sumbu di sistem koordinat benda. Sebuah sistem koordinat lainnya juga dapat dipilih, yang terpaku pada benda, tetapi arah sumbu-x nya selalu dipilih berlawanan dengan arah angin atau searah dengan gerak benda., bukan searah dengan FRL (arah garis acuan badan pesawat dari ekor ke hidung). Sistem koordinat ini disebut sistem koordinat stabilitas, dan sistem koordinat inilah yang selalu digunakan dalam menganalisa masalah-masalah stabilitas dan kendali (stability and control) pesawat. Perhatikan bahwa dalam kenyataan pesawat memiliki sebuah bidang simetri kiri kanan, yaitu bidang vertikal yang membelah pesawat menjadi 2 bagian yang masing-masing adalah bayangan simetri cermin satu dari yang lain. Bidang ini selalu dirumuskan sebagai bidang x-z dalam sistem koordinat stabilitas (yang merupakan kasus khusus dari sistem koordinat benda), tetapi arah-x positif searah gerak pesawat atau berlawanan arah dengan arah angin, dan bukan searah dengan garis acuan FRL. Pergerakan pesawat dibidang simetri ini disebut gerak longitudinal, yang terdiri dari gerak translasi arah sumbu-x dan arah sumbu-z, ditambah dengan gerak rotasi seputar sumbu-y. Gerak putar seputar sumbu-y tentu saja mengubah sudut angguk (pitch attitude) pesawat, jadi disebut gerak angguk, sedangkan dalam gerak rotasi, sumbu-y dikenal sebagai sumbu angguk atau pitch axis. Disamping gerak translasi arah x atau arah z, pesawat bisa juga bergerak translasi arah sumbu-y. Pesawat bisa juga bergerak rotasi seputar sumbu-x dan sumbu-z. Pergerakan translasi arah y disebut gerak samping (side slip) dan merupakan gerak yang harus dilakukan supaya pesawat bisa belok, bukan hanya sekedar mampu bergerak lurus ke depan. Untuk bergerak kearah samping, pesawat harus digulingkan dan sayap pesawat membentuk sudut guling (bank angle) dengan arah horizontal. Arah lift (gaya angkat) dengan demikian membentuk sudut guling dengan arah vertikal keatas, jadi memiliki komponen arah kesamping. Komponen lift arah ke samping inilah yang menggerakan pesawat dengan gerak translasi arah samping atau side slip itu tadi. Jadi gerak rotasi seputar sumbu-x dan gerak translasi arah samping itu terkait sangat erat, dan dikenal sebagai gerak lateral. Gerak putar seputar sumbu-x itu dikenal sebagai putaran guling atau roll. Saat bergerak samping, sirip ekor tegak pesawat akan kena dorongan angin. Misalnya saja pesawat bergerak samping kekanan, maka angin akan mendorong sirip tegak kearah kiri, sehingga moncong pesawat akan berputar kekanan. Gerakan rotasi seputar sumbu-z ini disebut gerak directional yang membelokkan moncong pesawat ke arah gerak belok yang diinginkan, bukannya sekedar gerak samping tergelincir saja. Jadi gerak lateral itu terkait cukup erat dengan gerak directional, dan biasanya pergerakan ini disebut gerak lateral-directional, yang dipelajari sebagai satu kesatuan. Gerak putar seputar sumbu-z ini dikenal sebagai putaran geleng atau yaw. Perhatikan bahwa pergerakan umum pesawat telah kita bagi menjadi 2 bagian yang tidak terkait satu sama lain, yaitu gerak longitudinal dan gerak lateral-directional. Kenyataan ini sangat membantu dalam menyederhanakan masalah, dimana masalah stabilitas dan kendali secara umum dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang masing2nya dapat dipelajari sendiri tanpa harus mempertimbangkan masalah yang lain. Dengan demikian masalah gerak pesawat dapat dipelajari menjadi Pergerakan Longitudinal, dan Pergerakan Lateral-Directional. Gerak Longitudinal melibatkan 2 persamaan atur tentang ekuilibrium gaya, yaitu arah x dan arah z, dan 1 persamaan atur ekuilibrium momen diseputar sumbu-y. Gerak Lateral-Directional melibatkan 1 persamaan atur ekuilibrium gaya arah y, dan 2 persamaan atur ekuilibrium momen yaitu seputar sumbu x dan sumbu z. Dipandang dari segi kendali, pilot dapat mengatur gerak angguk dengan menggerakkan permukaan kendali elevator, yang bila diputar keatas akan membuat pesawat mendongak (mengangguk keatas) Gerak geleng dapat diatur dengan menggerakkan permukaan kendali rudder, sedangkan gerak putar guling diatur oleh permukaan kendali aileron. Dengan memecah masalah stabilitas dan kendali pergerakan pesawat, jumlah persamaan yang harus diselesaikan secara serentak dapat dikurangi menjadi hanya separo saja. Dipandang dari segi penyelesaian sistem persamaan simultan, hal tersebut jelas sangat membantu mengurangi jumlah hitungan yang harus dilakukan. Walaupun hitungan dalam masalah dinamika terbang dikerjakan dengan bantuan komputer, memecah masalah menjadi 2 bagian yang lebih kecil tetap bermanfaat, karena lama waktu mesin yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah sistem persamaan simultan dapat diperkecil, jauh lebih kecil dari sekedar separo untuk hitungan seluruh sistem persamaan kalau tidak dipecah menjadi 2 bagian. Disamping itu dari segi pekerjaan pilot, pemisahan gerak longitudinal dari pergerakan lateral-directional berarti bahwa pilot tidak perlu memikirkan dampak pada gerak longitudinal saat dia menerapkan rudder dan aileron, dan sebaliknya kalau dia ingin mengubah sudut angguk pesawat dia hanya perlu menerapkan elevator saja. Di bawah ini disampaikan beberapa gambar yang membantu mempermudah pengertian masalah.
Gambar 1. Sistem Koordinat Benda terpaku pada Pesawat
Gambar 2. Permukaan Kendali untuk gerak rotasi

Sumbu Acuan Pesawat Untuk membantu dan memudahkan upaya penayangan semua gaya dan momen yang beraksi pada pesawat, kita perlu menentukan sebuah sistem sumbu yang saling tegak lurus satu dengan yang lain dengan titik pusat sumbu berada di titik pusat gravitasi atau titik pusat massa.
Gambar 3 menunjukkan sebuah sistem konvensional berbasis aturan tangan kanan.
Sumbu-x disebut sumbu longitudinal dan berada dibidang simetri, searah FRL (fuselage reference line) atau garis badan pesawat dari ekor kearah hidung. Momen seputar sumbu-x disebut Momen Guling (rolling moment) dan diberi simbol L. Arah positf momen ditentukan berdasarkan aturan tangan kanan. Jadi bila pandangan kita adalah dari ekor menuju hidung pesawat maka momen guling positif terlihat searah putaran jarum jam. Sumbu lain yang berada di bidang simetri arah vertikal dan tegak lurus pada sumbu-x adalah sumbu-z yang arah positifnya adalah kebawah. Momen seputar sumbu-z disebut Momen Geleng (yawing moment) dan diberi simbol N. Putaran positif momen geleng sesuai aturan tangan kanan adalah searah putaran jarum jam bila pandangan kita adalah dari atas melihat ke pesawat yang berada dibawah. Sumbu-y (sumbu lateral) atau sumbu yang tegak lurus pada sumbu simetri ditentukan berarah positif kearah kanan menuju keujung sayap kanan dari ujung sayap kiri. Momen seputar sumbu-y disebut Momen Angguk (pitching moment) dan bertanda positif bila memutar hidung pesawat mendongak keatas dan negatif bila membuat pesawat menunduk kebawah. Momen ini diberi simbol M dan arah positif atau negatif putarannya seperti dijelaskan sebelumnya juga sesuai dengan aturan tangan kanan. Untuk membantu membayangkan konsep-konsep yang dijelaskan di atas, di bawah ini diberikan satu lagi gambar yang menjelaskan sistem sumbu acuan pesawat serta arah putaran dari ke tiga momen yang boleh jadi beraksi pada pesawat Ulasan Ulang Garis Besar Stabilitas dan Kendali Pesawat Ada banyak ahli aerodinamika yang mengatakan bahwa walaupun Wright Bersaudara itu adalah pionir penerbangan yang bekerja dengan cermat dan teliti, selalu mengikuti prosedur yang telah ditentukan, tetapi sebenarnya mereka belum memahami konsep-konsep dalam masalah stabilitas dan kendali pesawat. Mereka berhasil menerbangkan pesawat untuk pertama kalinya, dimana ada banyak yang telah mencoba sebelumnya dan gagal, karena mereka telah melakukan banyak sekali upaya-upaya mengumpulkan data dan pengalaman dari percobaan-percobaan yang mereka lakukan sebagai persiapan. Pengetahuan mereka diperoleh dari uji coba, seperti halnya dengan para penerbang gantolle jaman sekarang yang belajar dari pengalaman dari percobaan yang gagal dlsbnya. Namun demikian pesawat Wright Bersaudara ternyata memiliki stabilitas dan kendali yang memadai. Stabilitas dan kendali adalah 2 konsep yang saling terkait. Kalau pesawat dibuat menjadi sangat stabil maka akan sangat sulit untuk ber manuver. Tetapi kalau pesawat hanya sedikit stabil, maka akan sangat mudah ber manuver, hanya saja menjadi sangat sulit untuk diterbangkan atau memiliki sifat terbang yang jelek (poor handling capability). Pilot biasanya men-trim atau menyetel permukaan-permukaan kendali pesawat supaya pesawat akan terbang dengan pilot “lepas tangan” tidak harus selalu memegangi stik kendali (control stick). Dengan demikian pilot bisa melakukan hal-hal lain seperti minum kopi, baca peta dlsbnya. Stik kendali itu bahkan bisa dilepas bebas tanpa memanfaatkan kendali otomatis, dan pesawat akan tetap berada pada kondisi terbang datar walaupun terkena terpaan angin lesus (gusts) yang menggoncangkan pesawat. Hal ini hanya akan terjadi bila 2 persyaratan sifat pesawat yang dicatat dibawah ini dipenuhi: Ekuilibrium atau trim : resultante semua gaya dan momen seputar pusat gravitasi harus berjumlah nol Stabilitas : Apabila ekuilibrium pesawat mengalami gangguan , pesawat harus stabil yaitu cenderung kembali ke kondisi ekuilibrium atau kondisi trim seperti sebelumnya.
Gambar 4. Stabilitas Statik
Gambar 5. Stabilitas Statik
Stabilitas Statik Stabilitas Statik sebuah sistem dirumuskan sebagai kecenderungan awal untuk kembali ke kondisi ekuilibrium setelah sistem terkena gangguan yang mengubah ekuilibrium. Apabila sebuah objek diganggu dari kondisi ekuilibriumnya dan ternyata cenderung kembali pada kondisi ekuilibrium sebelumnya maka objek tersebut dikatakan memiliki stabilitas statik positif. Sebaliknya apabila objek tersebut cenderung semakin menjauhi kondisi ekuilibriumnya setelah menerima gangguan, maka objek tersebut dikatakan memiliki stabilitas statik negatif. Apabila objek tidak cenderung kembali atau menjauhi kondisi ekuilibrium, dan tetap berada pada kondisi setelah menerima gangguan maka objek tersebut memiliki stabilitas statik netral.
Konsep-konsep tersebut diatas dapat lebih mudah dimengerti dengan mengacu ke gambar 4 dan 5. Sebuah contoh mengenai stabilitas dapat dibayangkan dengan mengambil sebuah kayu penggaris. Peganglah penggaris tersebut arah keatas dengan tanganmu. Ini dapat dilakukan tetapi cukup sulit karena penggaris tersebut tidak stabil. Sekarang peganglah penggaris itu arah kebawah dan berikan sedikit dorongan ke samping, misalnya kekiri atau kekanan. Penggaris akan berayun tetapi cenderung kembali ke arah vertikal, jadi dalam kasus ini penggaris bersifat stabil. Sekarang peganglah penggaris tersebut dititik tengahnya. Dan dorong ujungnya ke samping. Penggaris tidak akan kembali ke kondisi ekuilibriumnya, tetapi juga tidak akan menjauhi kondisi ekuilibrium dan akan tetap berada pada posisi setelah diganggu. Untuk kasus ini penggaris memiliki stabilitas statik netral (lihat gambar 4) Contoh lain tentang stabilitas statik dapat dilihat pada gambar 5 dimana pergerakan sebuah kelereng diteliti. Untuk kasus kelereng dalam mangkuk, posisi kelereng dalam kondisi ekuilibrium adalah berada didasar mangkuk. Apabila kelereng didorong kesamping, bergerak naik sepanjang dinding, kemudian kelereng tersebut dilepas, maka kelereng akan bergerak turun menuju kedasar mangkuk (kondisi ekuilibrium). Jadi untuk kasus ini kelereng memiliki stabilitas statik positif alias stabil dalam kondisi statik. Apabila mangkuk dibalik dan kelereng diletakkan dibagian paling atasnya, maka kalau kelereng diberi sedikit dorongan ke samping, kelereng akan menjauhi kondisi ekuilibrium tersebut alias akan jatuh kebawah. Untuk kasus ini kelereng disebut tak stabil atau memiliki stabilitas statik negatif. Apabila kelereng berada pada sebuah bidang datar, kemudian didorong bergeser berada dilokasi baru, maka setelah gangguan dorongan dilepas, kelereng tetap berada pada posisinya yang baru. Jadi kelereng tidak cenderung kembali atau menjauhi posisi ekuilibrium semula. Dalam kasus ini kelereng bersifat netral atau memiliki stabilitas statik netral. Dalam kasus kelereng dalam mangkuk, perhatikan bahwa setelah gangguan dilepas kelereng memang cenderung kembali ke posisi ekuilibrium semula yaitu berada didasar mangkuk. Tetapi kelereng tidak akan berhenti begitu saja saat telah sampai didasar mangkuk. Gerakan kelereng mengalami “overshoot” alias kebablasan dan bergerak menaiki dinding sebelah. Kelereng akan mencapai satu titik tertinggi dalam gerak kebablasannya, dan titik tertinggi ini sedikit lebih rendah dari titik tertinggi sebagai akibat gangguan pada awalnya. Kelereng kemudian akan jatuh kembalai menaiki dinding awalnya, tetapi mencapai titik yang lebih rendah lagi. Gerakan bolak balik alias osilasi ini terjadi berulang kali sampai akhirnya gesekan dinding membawa kelereng kembali ke titik ekuilibrium yaitu didasar mangkuk. Uraian yang baru saja diberikan memberikan penjelasan tentang stabilitas dinamik sebuah benda atau sistem. Stabilitas statik adalah kecenderungan awal untuk kembali ke posisi ekuilibrium semula, sedangkan stabilitas dinamik memberikan kecenderungan tersebut sebagai fungsi waktu.
Stabilitas Dinamik Stabilitas dinamik berbeda dari stabilitas statik, karena stabilitas statik hanya memeriksa kecenderungan awal sebuah benda untuk kembali ke kondisi ekuilibriumnya. Disisi lain stabilitas dinamik berkaitan dengan kecenderungan tersebut sebagai fungsi waktu. Sebuah benda bisa memiliki stabilitas statik, dan dari segi dinamik bisa saja benda tersebut memiliki stabilitas yang positif, tetapi bisa jadi juga netral ataupun negatif. Hal ini dapat diamati dalam gambar 6.
Gambar 6. Stabilitas Dinamik
Dalam pembahasan mengenai kelereng didalam mangkuk, dikatakan bahwa setelah gangguan dilepas maka kelereng akan bergerak naik turun dinding mangkuk alias berosilasi bolak balik. Apabila amplitudo atau ketinggian maksimal yang dicapai kelereng pada suatu saat itu semakin lama semakin lebih kecil dibanding dengan amplitudo yang dicapai sebelumnya (karena gesekan dengan dinding), maka pada akhirnya kelereng akan kembali ke posisi ekuilibrium awalnya, yaitu didasar mangkuk dan diam disana. Untuk kasus ini kelereng disebut memiliki stabilitas dinamik atau stabilitas dinamiknya positif. Osilasi gerak kelereng bisa terjadi berulang kali banyak sekali, misalnya bila gaya gesek dengan dinding itu kecil sekali, atau bisa jadi hanya berulang sekali 2 kali saja apabila gaya gesek dengan dinding lebih besar. Misalnya saja dinding mangkuk dilapisi dengan kain kasar, maka gaya gesek dinding menjadi jauh lebih besar. Apabila gaya gesek dinding itu cukup besar, bisa jadi osilasi tidak akan terjadi dan kelereng akan turun langsung dari posisi terganggu kembali kedasar mangkuk tanpa osilasi. Dalam bahasa yang lebih umum, gaya gesek yang menghambat gerak kelereng dan memperkecil amplitudo osilasinya itu disebut damping atau penghambat gerak. Sebuah contoh damping yang kita kenal adalah sistem shock breaker (peredam kejut) mobil kita. Pada saat masih baru, damping peredam kejut itu masih besar dan mobil kalau terganggu terjeblos masuk lubang dijalan akan berosilasi sebentar dan kemudian kembali normal. Tetapi kalau mobil menjadi semakin tua, maka damping dari peredam kejut menjadi semakin lemah dan apabila mobil terjeblos lubang maka akan berosilasi cukup lama dan membuat mual perut.
Jadi dalam dinamik kita harus mempertimbangkan hal-hal seperti damping dlsbnya, dan bukan hanya sekedar kecenderungan awal untuk kembali ke kondisi ekuilibrium sebelumnya. Apabila damping bernilai nol, dapat dibayangkan bahwa lereng atau sistem akan berosilasi dengan amplitudo yang tetap sama besar, tidak mengecil dan sistem akan berosilasi untuk selama-lamanya. Dalam kasus ini sistem disebut memiliki stabilitas dinamik yang netral. Seandainya saja amplitudo osilasi sistem semakin lama bukannya mengecil atau tetap, tetapi meningkat maka sistem disebut tak stabil dari segi stabilitas dinamik atau sistem memiliki stabilitas dinamik yang negatif. Ini terjadi untuk komponen pesawat yang mengalami flutter, menerima tambahan energi yang terus menerus sebagai fungsi waktu dan amplitudo osilasinya semakin membesar dengan waktu sampai komponen tersebut patah.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sebuah sistem dapat memiliki stabilitas dinamik yang berosilasi atau yang tidak berosilasi. Untuk modus stabilitas dinamik dengan osilasi, sistem harus memiliki stabilitas statik yang positif, Untuk kasus ini ada 3 kemungkinan yang terjadi yaitu stabilitas dinamik positif dimana amplitudo mengecil dengan waktu, stabilitas dinamik netral dimana osilasi terjadi terus menereus dengan amplitudo tetap, dan stabilitas dinamik negatif dimana amplitudo osilasi meningkat dengan waktu sampai akhirnya sistem gagal berfungsi atau rusak. Untuk kasus pergerakan tanpa osilasi, stabilitas dinamik juga ada 3 jenis. Dalam kasus stabilitas dinamik positif, gerak sistem diredam oleh damping dengan kuat sehingga sistem kembali ke kondisi ekuilibrium sekaligus, tanpa osilasi. Kasus ini membutuhkan persyaratan bahwa sistem memiliki stabilitas statik positif. Apabila sistem memiliki stabilitas statik yang netral, maka posisi sistem tidak akan berubah dengan waktu setelah gangguan dilepas. Disisi lain apabila sistem memiliki stabilitas statik yang negatif, maka sistem akan semakin manjauhi kondisi ekuilibrium dengan waktu, sampai akhirnya sistem menjadi rusak atau tak berfungsi seperti yang diharapkan.
Dalam perancangan pesawat, hitungan untuk stabilitas dinamik itu sangat sulit sehingga mustahil merancang pesawat dengan mempertimbangkan persyaratan-persyaratan stabilitas dinamik. Dalam prakteknya, pesawat dirancang dengan mempertimbangkan persyaratan-persyaratan stabilitas statik, yaitu pesawat harus dirancang supaya memiliki stabilitas statik yang positif. Pesawat yang dirancang berdasarkan pertimbangan tadi, diharapkan juga akan memiliki stabilitas dinamik yang positif. Tetapi ini bukanlah suatu kepastian. Itulah sebabnya mengapa pesawat harus diuji terbang sebelum bisa mendapatkan sertifikat laik terbang. Bisa jadi pesawat yang telah dirancang dengan sebaik-sebaiknya itu ternyata memiliki stabilitas dinamik yang kurang dari memuaskan, sehingga rancangan harus diubah diperbaiki. Jadi studi tentang stabilitas statik dan stabilitas dinamik adalah bagian penting dari pendidikan seorang insinyur aeronotika.
Trim atau Ekuilibrium dan Kendali Sebuah pesawat dikatakan dalam kondisi trim (atau ekuilibrium) apabila semua momen yang beraksi padanya, yaitu momen angguk, guling dan geleng, bernilai nol. Kondisi ekuilibrium atau trim ini pada semua kondisi terbang adalah fungsi dari kendali yang dilakukan oleh pilot, dan tab serta permukaan-permukaan kendali seperti aileron, elevator dan rudder. Perkataan “pengendalian” atau “controllability” mengacu pada kemampuan pesawat dalam menanggapi perubahan posisi permukaan kendali dan mencapai kondisi terbang yang diinginkan. Pengendalian yang mumpuni atau memadai harus ada pada sifat pesawat supaya mampu tinggal landas dan mendarat, dan melakukan berbagai manuver seperti belok dlsbnya dalam penerbangan. Pada dasarnya stabilitas dan pengendalian itu saling bertentangan. Pengendalian yang mencukupi mungkin tidak bisa terpenuhi kalau stabilitas yang memadai terpenuhi. Ini dapat dilihat pada gambar 5. Kelereng yang memiliki stabilitas statik yang besar dapat dibaratkan seperti berada dalam mangkuk yang sangat cekung. Kalau dilepas dari sisi atau dinding mangkuk pada ketinggian tertentu, maka kelereng cenderung menggelinding kembali ke posisi ekuilibrium. Kecenderungan atau stabilitas statik positif ini lebih kuat daripada stabilitas statik untuk kelereng yang berada di mangkuk yang tidak begitu cekung. Tetapi sekarang perhatikan bahwa gaya yang dibutuhkan untuk mendiamkan kelereng pada dinding mangkuk yang lebih cekung jelas lebih besar daripada gaya pada mangkuk yang kurang cekung. Jadi stabilitas yang lebih besar berdampak pada kenyataan bahwa dibutuhkan gaya yang lebih besar untuk melakukan manuver atau mengubah kondisi dari kondisi ekuilibrium Hal yang sama juga terjadi pesawat dimana pengubahan dari kondisi ekuilibrium oleh pliot dengan mengubah kedudukan permukaan kendali untuk bermanuver akan membutuhkan tenaga yang lebih besar sebanding dengan besaran stabilitas statik pesawat.
Jadi persyaratan stabilitas bukanlah stabilitas statik yang sebesar-besarnya, tetapi stabilitas statik yang secukupnya, tidak terlalu kecil tetapi juga tidak terlalu besar, supaya pesawat enak diterbangkan. Dalam pembahasan tentang penghambat gerak atau damping, telah dikatakan bahwa apabila damping terlalu kecil maka pesawat akan berosilasi setelah terkena gangguan. Untuk pergerakan longitudinal ada 2 kasus yang munkin muncul, yaitu “phugoid” dan “pilot induced oscillaton” (PIO) Dalam gerak phugoid pesawat bergerak naik turun seperti gerakan roller coaster. Walaupun pesawat bergerak mendongak dan menunduk, tetapi sudut serang pesawat tidak berubah karena jejak terbang pesawat juga naik turun sehingga arah gerak pesawat hampir sama dengan jejak terbang (flight path). Perioda osilasi ini sekitar 30 detik, dan dengan damping yang baik maka osilasi akan berhenti setelah beberapa osilasi saja. Dalam gerak PIO jejak gerak pesawat relatif datar tidak berubah ketinggian, tetapi sekedar mengangguk atau mendongak dan menunduk berulang kali dengan periode yang sangat cepat
Gambar 7.Gerak osilasi longitudinal (a) Gerak phugoid dan (b) Gerak PIO
Penyederhanaan gambar atau sketsa untuk tujuan analisa gaya dan momen yang beraksi pada pesawat Actual aircraft geometry
Gambar 8.Free Body Diagram
 
Sumber : (milis STT Adisutjipto Yogyakarta : stt-adisutjipto@yahoogroups.com)
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar